Jumat, 26 Desember 2014

TUGAS KEPRIBADIAN II



Aksi GOKIL + Menantang MAUT !!! = Mendayung Perahu di Antara Lelehan Lava

 

Pernahkah anda terpikirkan untuk melintasi luberan lava dengan perahu dayung?. Aksi menantang bahaya ini dilakukan oleh Pedro Olivia, Chris Korbulic dan Ben Stookesberry dari Brazil yang mengarungi perairan di sekitar lelehan lava merah yang mengalir dari gunung berapi Kilauea, kepulauan Hawaii. Mereka bertiga melakukan ekspedisi menelusuri lingkar gunung api tersebut.

            Namun, itu saja dianggap tidak cukup karena Pedro memutuskan untuk menjelajahi pantai dengan berjalan kaki. Bahkan, dia nekad menguji suhu panas lava sekitar 700 hingga 1100 derajat celcius dengan mencelupkan dayungnya dan segera mengangkatnya sebelum terbakar. Selama seharian, kelompok ini menjelajahi aliran lava dari tebing berketinggian 200 kaki di saat air yang telah bercampur lava merah dengan suhu 50 derajat celcius menerjang ganas.

Dari pengalamannya, Ben mengungkapkan bahwa salah satu ancaman terbesar adalah uap beracun yang dihasilkan saat lava menghempas ke dalam air. Saat itu, air laut bisa membakar kedua tangan mereka.Selama perjalanan, mereka telah menjelajahi 300 air terjun dan sungai di 4 pulau: Big Island, Kauai, Maui dan Oahu. Kilauea adalah salah satu gunung berapi teraktif di dunia.Gunung ini melingkari sisi barat daya Big Island di Hawaii.

Kebanyakan peneliti merujuknya sebagai bagian dari gunung Mauna Loa. Namun berdasarkan data geologi, Kilauea adalah sebuah gunung terpisah. Tercatat ada sebanyak 61 letusan aktif sejak tahun 1983. Ketinggian gunung ini sekitar 4.190 kaki di atas permukaan laut dan mencakup 14 persen wilayah Big Island. Gunung ini memuntahkan lava di sepanjang sisi yang mengalir ke Samudera Pasifik. Berikut ini adalah foto-foto luar biasa dari Pedro dan rekan-rekannya.


Teori Marvin Zuckerman
“Sensation Seeking”    
Menurut Zuckerman, sensation seeking dideskripsikan sebagai kebutuhan untuk bervariasi/beragam, baru, kompleks/rumit, sensasi yang intens dan pengalaman serta kesukarelaan dalam mengambil resiko secara fisik, sosial, legal, dan secara financial demi sebuah pengalaman.
Dengan menggunakan metode factor analysis,Marvin Zuckerman (1983) mengidentifikasikan empat komponen dari sensation seeking :
1.         Thrill and adventure seeking  : Sebuah keinginan untuk terikat dalam aktivitas fisik yang melibatkan kecepatan, bahaya, dan hal yang menantang gravitasi seperti bungee jumping, parachuting dan scuba diving.
2.         Experience seeking  : Mencari pengalaman baru melalui perjalanan, lagu, seni.
3.         Disinhibition  : Kebutuhan untuk mencari aktivitas sosial yang liar.
4.         Boredom susceptibility  : Tidak melakukan  pengalaman yang berulang,Pekerjaan  yang rutin,dan menjadi orang yang dapat diprediksi,dan merasa tidak puas/gelisah jika melakukan pengalama/pekerjaan yang bersifat berulang maupun rutin.
Analisa kasus berdasarkan teori marvin Zuckerman
Dari berita di atas dapat kita lihat bahwa Pedro Olivia, Chris Korbulic dan Ben Stookesberry dari Brazil adalah sensation seeker.Berdasarkan teori marvin Zuckerman tentang sensation seeking bahwa seseorang dapat dikatakan sebagai sensation seeker jika orang tersebut memiliki kebutuhan untuk bervariasi/beragam, baru, kompleks/rumit, sensasi yang intens dan pengalaman serta kesukarelaan dalam mengambil resiko secara fisik, sosial, legal, dan secara financial demi sebuah pengalaman.Ketiga orang ini berani melakukan sesuatu yang tidak biasa dilakukan orang lain,mereka berani menentang bahaya untuk memenuhi kebutuhan akan pengalaman dan sensasi yang baru,selain itu mereka pasti sudah tahu apa resiko dari aksi yang mereka lakukan tetapi mereka tetap melakukannya meskipun sudah tahu apa resikonya,bisa kita katakana bahwa sensation seeker adalah seorang petualang/adventurer.Aksi yang mereka lakukan ini menantang bahaya dan membutuhkan kecepatan dan kecermatan untuk dapat melewatinya,Bayangkan saja mendayung perahu di atas lelehan lava bukanlah hal yang mudah menurut saya itu adalah hal yang “gila”.
Dilihat dari artikel di atas Ben mengungkapkan bahwa salah satu ancaman terbesar adalah uap beracun yang dihasilkan saat lava menghempas ke dalam air. Saat itu, air laut bisa membakar kedua tangan mereka,hal ini membuktikan bahwa komponen pertama dari sensation seeking yaitu thrill and adventure sudah terpenuhi dimana mereka berani menantang dan melakukan aksi yang berbahaya,dan mengancam demi sebuah kepuasan akan pengalaman baru mereka.Kemudian komponen kedua dari sensation seeking yaitu experience seeking juga sudah terpenuhi dimana mereka mencari pengalaman baru melalui perjalanan lagu seni mereka mencari pengalaman melalui kebebasan bereksplorasi tanpa batas dimana mereka melakukan perjalanan ke beberapa air terjun di beberapa pulau dari perjalanan ini mereka menambah pengalaman mereka.Komponen ketiga yaitu Disinhibition:Kebutuhan untuk mencari aktivitas sosial yang liar juga sudah terpenuhi mereka dalam menambah pengalaman dan sensasi mereka melakukan perjalanan ke tempat yang berbahaya dan mengancam ini berarti aktivitas yang mereka lakukan ini bersifat liar.Komponen terakhir dari sensation seeking menurut marvin Zuckerman adalah boredom susceptibility dalam artikel ini perjalanan yang meraka lakukan bersifat bebas dan bukan sesuatu yang bersifat rutin karena mereka melakukan banyak penjelajahan ke banyak tempat bukan hanya di satu tempat saja.
Berdasarkan analisis di atas maka dapat saya simpulkan bahwa artikel ini adalah artikel terkait sensation seeking dan dapat saya katakana baik Pedro Olivia, Chris Korbulic dan Ben Stookesberry adalah sensation seeker.

REFERENSI :


  Schultz dan Schultz. 2005. Theories of Personality


Jumat, 20 Juni 2014

Pengantar Psikologi Sosial

DEFENISI PSIKOLOGI SOSIAL
Psikologi sosial adalah cabang dari ilmu psikologi yang mempelajari interaksi individu dengan individu lainnya atau kelompok. Psikologi sosial dianggap sebagai studi yang interdisipliner, dikarenakan terdapat unsur sosiologi dalam pendekatannya. Pendekatan yang dilakukan para psikolog melalui perspektif psikologi sosial berfokus pada individu dan mencoba menjelaskan bagaimana pikiran, perasaan, dan perilaku individu dapat dipengaruhi oleh orang lain. Tidaklah tepat untuk mempelajari perilaku manusia sebagai suatu entitas yang berdiri sendiri. Kita harus pula mengkaji psikologi individu dari konteks sosial lingkungan tempat ia tinggal / dibesarkan.

KELOMPOK DAN PENGARUH SOSIAL
Salah satu efek dari menjadi salah seorang dari sebuah kelompok sosial / grup :
1. Deindividuation
Adalah keadaan dimana orang yang berada didalam suatu kelompok sosial / grup merasa bahwa ia tidak dikenali dan tidak teridentifikasi, maka ia tidak begitu khawatir terhadap pandangan orang sekeliling nya terhadap tingkah laku nya (Zimbardo, 1969). Ada sesuatu hal di dalam suatu kelompok sosial / grup yang bisa merubah seseorang yang tidak mempunyai nyali untuk membunuh, namun saat berada didalam grup tertentu maka nyali tersebut bisa muncul (Postmes & Spears, 1998). Semakin besar kerumunan, maka kecenderungan seseorang untuk merasa tidak dikenali dan tidak teridentifikasi semakin besar pula.

2 Uninvolved Bystanders
Adalah keadaan dimana orang yang saat diposisikan dalam suatu grup yang tidak terstruktur maka akan mengalami diffusion of responsibility, yaitu perasaan berkurangnya rasa tanggung jawabnya untuk melakukan hal yang benar dikarenakan terpengaruh oleh anggota grup lain yang tidak melakukan apa- apa. Namun para psikolog sosial tidak melihat hal ini sebagai kualitas individu yang tidak baik, melainkan sebagai suatu fenomena psikologi yang umum. Latane dan Darley (1970) beranggapan bahwa berada disuatu tempat bersama orang lain mempengaruhi persepsi kita terhadap suatu masalah dan rasa tanggung jawab kita untuk menolong.  Saat kita menyaksikan suatu kejadian, kita memperhatikan terlebih dahulu apakah orang disekitar kita merasa bahwa hal itu adalah sebuah masalah. Jika tidak ada yang berusaha untuk memberikan pertolongan, maka rasa tanggung jawab kita untuk menolong akan berkurang.
3. Berkerja sama dan memecahkan masalah bersama – sama didalam suatu grup
Dalam suatu kasus tertentu, keberadaan seseorang didalam suatu grup bisa meningkatkan kinerja dirinya. Fenomena ini sering disebut dengan social facilitation. Namun dalam kasus tertentu pula, bekerja didalam suatu kelompok bisa menurunkan kinerja seseorang, saat penilaian dilakukan terhadap kelompok bukan perseorangan. Fenomena ini sering disebut dengan social loafing. 2 variabel yang mempengaruhi social loafing adalah (1) Seberapa banyak orang yang ada didalam grup, dan (2) Bagaimana tugasnya itu sendiri. Semakin besar suatu grup, semakin sedikit usaha yang dikeluarkan individu didalam kelompok untuk menyelesaikan tugasnya.
Berada didalam suatu grup atau berada disekeliling orang- orang mampu mengaktifkan sistem saraf simpatik. Beberapa tugas/ hal yang dilakukan bisa berjalan lebih baik dengan dorongan sistem saraf simpatik yang sedikit, namun ada juga yang dapat menjalankan tugas lebih baik saat besarnya dorongan dari sistem saraf simpatik (Zaronc, 1965).
Dorongan dari sistem saraf simpatik ini bisa juga menyebabkan choking sensation. Fenomena ini dapat terjadi saat seseorang berada didalam suatu kondisi yang tertekan dikarenakan akan melakukan hal yang dirasanya sangat penting, namun menjadi gugup akibat banyaknya orang disekitarnya (Baumeister, 1984). Bahkan seseorang yang sudah sangat terlatih bisa mengalami sensasi ini. Saat melakukan hal yang sudah rutin ia lakukan, namun dikarenakan terlalu fokus terhadap hal yang berusaha mereka lakukan sehingga menjadi gugup (Beilock & Carr, 2001).
4.      Konformitas, peranan sosial dan ketaatan
Para psikolog mulai mencari jawaban atas pertanyaan yang mengganggu bagaimana orang-ornag biasa dapat dipengaruhi untuk melakukan kekejaman terhadap kaum Yahudi, Gipsi, dan kaum Minorotas lainnya pada perang dunia ke II. Seberapa besar orang-orang akan mengubah prilaku mereka untuk lebih selaras dengan apa yang orang lain lakukan? Seberapa mudah orang-orang mematuhi seseorang yang memiliki wewenang? Factor-faktor apa saja yang mempengaruhi apakah oranh-orang akan tahan pada pengaruh sosial? Dan pertanyaan ini masih relevan ketika kita berusaha memahami berbagai peristiwa saat ini seperti serangan kelompok yang dengki pada etnis minoritas, dan lain sebagainya. Berikut ini mengidentifikasi bagaimana manusia dipengaruhi kelompok sosial.
·         Konformitas
Konformitas adalah perubahan dalam perilaku seseorang untuk menyelaraskan lebih dekat dengan standar kelompok. Konformitas memiliki banyak bentuk dan mempengaruhi banyak aspek kehidupan seseorang. Misalnya Anak kuliah baru yang ikut dalam kelompok teman-teman yang minum-minuman keras sehingga menyebabkannya menjadi peminum, meskipun ia mungkin tidak pernah menjadi peminum sebelumnya.
Meskipun konformitas memiliki beberapa konotasi yang tidak menyenangkan tapi tidaklah keseluruhannya menjadi pengaruh yang buruk. Menyelaraskan dengan aturan dan peraturan memungkinkan masyarakat berjalan dengan lancar. Bayangkan bagaimana kacaunya jika orang-orang tidak menyelaraskan diri dengan norma sosial.
Penelitian konformitas dari Asch
Bayangkan anda berada pada situasi ini: anda memasuki ruangan dengan lima orang duduk mengitari sebuah meja. Seseorang dengan jubah putih laboratorium memasuki ruangan dan memberitahukan bahwa anda akan ikut dalam sebuah eksperimen mengenai keakuratan perceptual. Kelompok diperlihatkan dua kartu, kartu pertama berisi hanya satu garis vertical, dan kartu kedua berisi tiga garis vertical yang berbeda-beda. Tugas anda adalah menentukan mana dari ketiga garis pada kartu kedua memiliki panjang yang sama dengan garis pada kartu pertama. Anda melihat dan berfikir sudah jelas mana garis yang sama.
Yang tidak anda ketahui adalah orang lain dalam ruangan tersebut adalah sekutu yang berarti mereka bekerja untuk eksperimenter. Pada percobaan pertama setiap orang sepakat garis mana yang sama. Kemudian percobaan keempat, setiap orang memilh garis yang salah. Sebagai orang terakhir yang membuat pilihan anda mengalami dilema. Apakah menuruti apa yang anda lihat atau menyelaraskan dengan apa yg dikatakan orang sebelumnya. Menurut anda, bagaimana anda akan menjawab?
Solomon Asch melakukan eksperimen klasik mengenai konformitas (1956) ia meyakini sedikit dari subjek penelitiannya akan tunduk dengan tekanan kelompok. Untuk menguji hipotesisnya, Asch menginstruksikan sekutu untuk memberikan jawaban yang salah pada 12 dari 18 percobaan. Hal yang mengejutkannya Asch menemukan bahwa para subjek penelitian menyelaraskan dengan jawaban yang salah sebanyak 35persen. Penelitian telah menunjukkan bahwa tekanan untuk menyelaraskan kuat. Mengapa kita mau menyesuaikanbahkan ketika dihadapkan dengan informasi yang jelas? Para psikolog telah menangani pertanyaan ini dengan baik.
Beberapa faktor meningkatkan kemungkinan konformitas dengan kelompok:
1.      Ukuran kelompok.
 Konformitas akan meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah anggota kelompok. Semakin besar kelompok tersebut maka akan semakin besar pula kecenderungan kita untuk ikut serta, walaupun mungkin kita akan menerapkan sesuatu yang berbeda dari yang sebenarnya kita inginkan.
2.      Kesepakatan kelompok.
Kebulatan suara (Unanimity) Kelompok yang sepakat mendatangkan penyesuaian yang lebih besar dari para anggota, dibandingkan kelompok yang tidak bulat suaranya. Kehadiran suatu hal berbeda atau menyimpang memudahkan anggota lain untuk tidak menyesuaikan diri
3.      Budaya dan konformitas
Percobaan Solomon Asch menunjukkan bahwa konformitas terjadi dalam semua budaya, namun orang – orang yang berasal dari budaya individual yang menekankan perhatian pada kesejahteraan individu kurang melakukan konformitas dibandingkan dengan orang – orang dari budaya kolektif yang menekankan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

·         Social roles and Social norms
Ketika seseorang bekerja bersama dalam kelompok, upaya dari masing-masing individu perlu dikordinasiakan untuk menghindari kekacauan. Dalam menanggapi kebutuhan ini, peran sosial dan norma-norma sosial berkembang. untuk memberikan pedoman tentang apa yang diharapkan dari kita. Peran sosial memberitahukan kita bagaimana kita berprilaku.
Untuk menyesuaikan diri dengan peran sosial kita, maka kita juga berperilaku sesuai dengan peraturan yang diucapkan maupun yang tidak diucapkan, yang dikenal sebagai norma sosial. Norma sosial dari budaya kita menjelaskan bagaimana seharusnya kita berperilaku dalam berbagai situasi.

·         Ketaatan (obedience)
Ketaatan adalaha perilaku yang patuh pada perintah eksplisit individu yang ada pada posisi berkuasa. Yaitu, kita taat ketika sosok berkuasa memerintahkan kita melakukan sesuatu dan kita melakukannya. Dalam konformitas, orang-orang mengubah pikiran atau perilaku mereka sehingga akan lebih mirip dengan orang lain. Dalam ketaatan, terdapat perintah eksplisit untuk patuh.

Penelitian klasik oleh Stanley Milgram (1963,1965)
Bayangkan bahwa, sebagai bagian dari sebuah eksperimen dalam psikologi, anda diminta untuk memberikan serangkaian sengatan listrik yang menyakitkan pada orang lain. Anda diberitahu bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan dampak hukuman terhadap ingatan. Peran anda adalah menjadi ‘guru’ dan menghukum kesalahan yang dibuat oleh ‘siswa’. Setiap kali ‘siswa’ membuat kesalahan, anda meningkatkan intensitas sengatan listrikdengan jumlah tertentu.
Anda diperkenalkan pada ‘siswa’ seorang pria yang baik yang bergumam sesuatu mengenai kondisi jantungnya. Ia diikat pada ruang lain. Ia berkomunikasi dengan anda lewat intercom. Alat didepan anda memiliki 30 saklar, dengan rentang dari 15 volt (ringan) sampai 450 volt (bahaya). Sebelum eksperimen ini, anda telah diberikan sengatan listrik sebesar 75 volt untuk merasakannya.
Seiring dengan percobaan berjalan ‘siswa’ mendapatkan masalah dan tidak mampu memberikan jawaban yang benar. Haruskah anda memberikan sengatan listrik kepadanya? Seiring dengan anda meningkatkan intensitas sengatan listrik padanya, siswa berkata bahwa ia kesakitan. Pada tegangan 150 volt, ia meminta agar eksperimen dihentikan, pada tegangan 180 olt ia berteriak bahwa ia sudah tidak tahan lagi. Pada tegangan 300 volt, ia berteriak mengenai kondisi jantungnya dan memohon untuk dilepaskan. Namun, jika anda bimbang untuk memberikan sengatan listrik eksperimenter mengatakan bahwa anda tidak punya pilihan lain.
Sebelum penelitian ini milgran bertanya pada 40 psikiater bagaimana menurut mereka orang-orang berespons terhadap situasi tersebut. Para psikiater meramalkan bahwa kebanyakan ‘guru’ tidak akan memberikan sengatan listrik lebih dari 150 volt. Ternyata para psikiater salah menduga. Mayoritas ‘guru’ mematuhi eksperimenter kenyataannya hampir duapertiga memberikan sengatan listrik 450 volt.
Pria tersebut merupakan sekutu eksperimenter. Dalam penelitian milgram, siswa berpura-pura terkena sengatan listrik. Seperti yang dapat anda bayangkan para guru dalam eksperimen ini tidak nyaman memberikan sengatan lstrik pada siswa. Dalam variasi eksperimen milgran menemukan bahwa semakin banyak orang yang akan menentang dalam situasi tertentu. Ketidakpatuhan lebih lazim terjadi ketika para subjek penelitian dapat melihat orang lain menentang, ketika sosok yang berkuasa dianggap resmi dan tidak dekat, dan ketika korban terlihat lebih manusiawi.
Setelah eksperimen, mereka diberitahu bahwa siswa tidak benar-benar disengat listrik. Namun, meskipun mereka telah diberitahukan bahwa mereka sebenarnya tidak memberikan sengatan atau melukai siapapun, apakah perasaan menderita yang mereka rasakan itu etis?.

5.      The positive side of groups
Ada beberapa hal dimana seseorang tidak bisa menyelesaikannya jika bekerja sendiri.Walaupun benar bahwa jika sendirian individu akan menarik sampan lebih kuat dibandingkan bila dalam kelompok, namun kelompok yang terdiri dari empat orang akan bisa menarik sampan ke tepi dibandingkan bila menarik sendirian. Selain itu, kelompok juga dapat memberikan dukungan emosional dan kenyamanan kepada kita.


SIKAP DAN PERSUASI
Sikap adalah berbagai pendapat dan keyakinan kita mengenai orang lain, objek atau gagasan   , karena kita belajar dari orang lain dan sikap kita sering tercermin dalam perilaku kita terhadap orang lain . Psikolog sosial mendefinisikan sikap sebagai evaluasi yang mempengaruhi kita untuk bertindak dan merasa dengan cara tertentu . Definisi ini memiliki tiga komponen ; 1 . Keyakinan , 2 . Perasaan , , dan 3 . Disposisi untuk berperilaku .
1.      Origins sikap
Beberapa sikap kita berasal dari pengalaman langsung . Anak-anak yang digigit anjing kadang-kadang membawa sikap negatif terhadap anjing selama sisa hidupnya , terutama terhadap jenis anjing yang menggigit mereka . Artinya , beberapa sikap tampaknya , klasik AC . Jika saya stimulus ( misalnya , anjing peking ) dipasangkan dengan pengalaman positif atau negatif , sikap akan sama positif atau negatif ( Hofman & lain-lain , 2010)
Sikap juga kita pelajari dari mengamati perilaku orang lain . orang tua yang menerapkan sikap positif terhadap tetangga Hispanik mereka cenderung memiliki anak-anak yang memiliki sikap positif terhadap Hispanik .
2.      Persuasi dan perubahan sikap
Sikap tidak bersifat tetap , mereka bisa berubah setelah mereka telah terbentuk . Memang , tulisan-tulisan awal dikenal pada psikologi sosial adalah tentang mengubah sikap masyarakat melalui persuasi . retorika Aristoteles , yang  ditulis 2.500 tahun yang lalu , adalah sebuah esai tentang faktor-faktor yang membuat argumen persuasif ketika perdebatan orator . Iklan di radio dan televisi dan iklan di koran dan majalah yang dirancang untuk mengubah sikap Anda tentang produk sponsor ' . Pidato politik dan billboard dimaksudkan untuk membujuk Anda bagaimana untuk memilih . Amal berharap untuk membujuk Anda untuk berkontribusi. Teman-teman Anda mencoba membujuk Anda untuk membantu mereka bergerak .
Persuasi adalah bagian alami dan penting dari interaksi kita dengan anggota masyarakat lainnya . Tetapi karena konsekuensi yang berpotensi penting komunikasi persuasif. Persuasi komunikasi tidak ditentukan semata-mata oleh kualitas logis dari argumen . Logika mungkin, pada kenyataannya menjadi salah satu faktor yang paling tidak penting. Kualitas komunikasi persuasif jatuh ke dalam tiga kategori umum : karakteristik pembicara , dari komunikasi itu sendiri , dan orang-orang yang mendengarnya .
·         Karakteristik pembicara
karakteristik pembicara adalah salah satu faktor dalam menentukan seberapa persuasif komunikasi  . Ada beberapa karakteristik yang telah terbukti penting untuk persuasi . Secara umum , semakin kredibel pembicara , semakin persuasif pesan .
·         Karakteristik pesan
di samping kualitas pembicara , karakteristik pesan berdampak pada bagaimana persuasif pesan tersebut . Banyak bukti yang menunjukkan bahwa komunikasi yang membangkitkan rasa takut dapat meningkatkan komunikasi persuasif , tetapi hanya di bawah circumsrances tertentu ( mewborn & rogers , 1979) . Takut -inducing , komunikasi persuasif dapat efektif jika ( a) daya tarik emosional adalah salah satu yang relatif kuat ( tapi tidak terlalu kuat ) , ( b ) para pendengar berpikir bahwa hasil yang menakutkan ( seperti gigi busuk atau kanker paru-paru ) cenderung terjadi pada mereka , dan ( c ) pesan menawarkan cara yang efektif untuk menghindari hasil yang menakutkan ( seperti cara mudah untuk berhenti merokok ) ( Witte dan allen , 2000)
Sebuah contoh yang sangat baik dan inheren penting telah disediakan oleh psikolog beth Meyerowitz dan shelly Chaiken ( 1987) . Mereka membandingkan persuasi dari dua pesan yang dirancang untuk mendorong wanita usia perguruan tinggi untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri . Dua kelompok perempuan membaca pamflet tiga halaman yang identik. Satu kelompok membaca pernyataan berbingkai untuk menekankan keuntungan dari pemeriksaan payudara sendiri .
Dengan melakukan pemeriksaan payudara sendiri sekarang , Anda dapat mempelajari bagaimana payudara yang sehat normal ketika anda sudah mengetahui anda akan lebih siap untuk melihat kenyataannya , perubahan abnormal mungkin terjadi karena Anda mendapatkan hasil lain . Penelitian menunjukkan bahwa wanita yang melakukan pemeriksaan payudara sendiri memiliki peluang peningkatan untuk menemukan tumor ditahap lebih awal dan pengobatan diawal.
Dengan tidak melakukan pemeriksaan payudara sendiri Anda tidak akan mengetahui payudara yang normal sehingga Anda akan sakit - prrepared untuk melihat adanya kecil , perubahan abnormal yang mungkin terjadi saat usia bertambah . Penelitian menunjukkan bahwa wanita yang tidak melakukan pemeriksaan payudara sendiri memiliki kesempatan penurunan menemukan tumor ditahap awal dan pengobatan ditahap awal.
Empat bulan kemudian , perempuan itu diwawancarai untuk menentukan apakah pesan itu memiliki efek positif . Hasil penelitian menunjukkan bahwa pesan kedua , dibingkai dalam hal potensi kerugian , lebih efektif daripada versi pertama . Wanita membaca pesan loss berbingkai memiliki sikap yang lebih positif terhadap pemeriksaan payudara sendiri dan hampir dua kali lebih mungkin telah berlatih , sementara mereka membaca pesan potensi keuntungan tidak lebih mungkin untuk terlibat dalam pemeriksaan payudara sendiri daripada yang kelompok yang telah membaca pamflet tidak . Kita tidak bisa menyimpulkan bahwa hanyalah contoh lain dari efek yang lebih besar dari ketakutan - membangkitkan komunikasi , karena dua pamflet tidak membangkitkan jumlah yang berbeda dari rasa takut . Meskipun banyak yang telah dipelajari tentang cara terbaik untuk membingkai pesan untuk mendorong pemeriksaan payudara sendiri dalam beberapa tahun terakhir , profesional kesehatan jarang bingkai banding dalam cara yang paling efektif ( Kline & Mattson , 2000). Memahami framing membantu kita membuat titik bahwa persuasi yang efektif bukan hanya hasil dari apa yang Anda katakan , tetapi alsohow Anda mengatakannya .
Akhirnya , pengulangan pesan meningkatkan persuasif argumen yang kuat ( bulan & lain-lain , 2009). Itulah mengapa kandidat politik mengulang pernyataan yang sama berulang selama kampanye .
·         Karakteristik pendengar
selain kualitas dari speaker dan pesan , charactereristics tertentu dari pendengar membantu menentukan seberapa persuasif argumen  . Orang kurang cerdas umumnya lebih mudah untuk dibujuk . Orang dengan harga diri yang tinggi umumnya sangat yakin pendapat mereka dan sulit untuk dipengaruhi , sementara mereka dengan harga diri yang rendah cenderung tidak membayar perhatian yang cukup untuk komunikasi yang akan terpengaruh . Sebagai contoh, seseorang dengan pendapat yang sangat rendah dari dirinya mungkin mendengar pidato pada pembiayaan sekolah umum dan menjadi hilang dalam pikirannya sendiri tentang kinerja sendiri miskin pendidikan ( Rhodes & kayu , 1992) . Orang-orang yang self- esteem moderat ( yang memiliki pendapat sendiri yang sekitar sebagai positif karena kebanyakan masyarakat ) umumnya lebih mudah untuk meyakinkan dibandingkan orang dengan baik tinggi atau rendah diri ( Rhodes & kayu , 1992); Zellner , 1970) . Orang juga umumnya lebih mudah untuk membujuk ketika mereka mendengarkan pesan dalam kelompok daripada sendirian , dengan massa lebih besar mengarah ke persuasi yang lebih besar daripada yang lebih kecil ( newton & mann , 1980) . Akhirnya , dukungan sosial bagi sikap lebih sulit untuk membujuk untuk mengubah sikap tersebut dibandingkan dengan orang yang teman-teman dan kenalannya memiliki sikap yang beragam ( visser & mirabile , 2004) .
·         Teknik pengaruh sosial
beberapa orang dapat memberikan pengaruh daripada orang lain dan dapat mengubah sikap mereka . Hal ini karena mereka memiliki karakteristik pembicara persuasif , dan sebagian karena mereka memahami karakteristik pesan dan penonton .
Sebuah teknik klasik dari pengaruh sosial adalah teknik kaki -in - the- door ( membebaskanku & fraser , 1996; Burger , 1999) . Sebuah kecil , permintaan yang masuk akal dibuat pertama , dan Anda mematuhi itu. Kemudian ada tindak lanjut dengan permintaan yang lebih besar . Jika ada orang yang menelepon Anda di rumah dan mengatakan bahwa dia adalah seorang peneliti di universitas lain yang ingin datang lebih dari satu memeriksa rumah Anda , apakah Anda setuju untuk membiarkan dia di ? kebanyakan orang akan enggan untuk setuju, tapi orang-orang yang pertama kali setuju untuk menjawab beberapa pertanyaan melalui telepon lebih mungkin untuk memungkinkan peneliti untuk memeriksa rumah mereka . Menyetujui satu permintaan kecil membuat kita lebih cenderung untuk menyetujui kedua , permintaan besar ( myers , 2005).
Teknik low - ball ( Cialdini & Goldstein , 2004) adalah seorang pedagang mobil taktik terkenal , mirip dengan kaki -in - the- pintu bahwa Anda awalnya setuju untuk kesepakatan yang masuk akal . Namun, maka kesepakatan itu berubah ( biaya tambahan ditambahkan dalam , dll ) , namun masih orang-orang biasanya menyelesaikan transction , meskipun mereka tidak setuju untuk kesepakatan baru . Kebanyakan orang tidak berjalan jauh dari kesepakatan itu , bahkan ketika harga naik ( burger , 1986) .
Percaya atau tidak , orang lebih cenderung untuk memenuhi permintaan untuk bantuan kecil jika pertama mereka meminta bantuan yang lebih besar yang mereka awalnya mengatakan tidak . ini dikenal sebagai "pintu dalam menghadapi " teknik ( Cialdini & lain-lain , 1975) . Bayangkan bahwa Anda diminta untuk berkontribusi $ 100 sampai sebuah organisasi amal yang Anda lakukan , pada prinsipnya , dukungan . Mungkin Anda akan mengatakan tidak -itu banyak uang , kan? tetapi bagaimana jika Anda kemudian bertanya apakah Anda memiliki beberapa receh untuk berkontribusi ? Anda akan lebih mungkin untuk menyumbangkan sesuatu dari Anda akan telah jika Anda hanya diminta untuk kontribusi besar ? mungkin sekarang Anda akan memberikan atau dua dolar . Cobalah kali Anda berada penggalangan dana untuk tujuan mulia .
3.      Behaviour and Attitude Change :Teori Disonansi Kognitif
Prejudice dan Stereotypes
Setiap Orang dalam kehidupan bermasyarakatnya pasti memilik suatu pandangan tentang orang lain, memiki Sikap(attitudes)  tersendiri tentang orang lain. Sikap tentang orang lain tersebut muncul di saat Seseorang bertemu dengan Seseorang lainnya.

 Dalam kehidupan sehari-hari, bukanlah tidak mungkin bahwa attitudes yang muncul itu bersifat negatif.  Hal ini mungkin saja disebabkan karena adanya persepsi yang kurang tepat mengenai seseorang tersebut karena ia berasal dari suatu kelompok tertentu. Suatu attitudes yang bersifat negatif, merugikan dan berbahaya karena adanya generalisasi yang kurang akurat terhadap sekelompok individu disebut prasangka.

Setiap orang dalam kehidupan bermasyarakat pasti berusaha menghindarkan diri dari memiliki prasangka terhadap kelompok-kelompok tertentu. Akan tetapi, secara tidak sadar, sebenarnya setiap individu bereaksi dengan cara yang berbeda-beda terhadap anggota dari kelompok yang berbeda. Meskipun hal ini selalu dihindari, namun kadang tidak dapat kita kendalikan dan muncul dengan tiba-tiba. Keadaan ini disebut juga dengan automatic prejudice.

 Pada umumnya, prasangka muncul berdasarkan warna kulit, agama, jenis kelamin, umur, atau karakteristik yang mudah terlihat lainnya. Munculnya prasangka ini dikarenakan kesalahan yang didasarkan generalisasi suatu kelompok yang kita sebut dengan stereotipe.
Stereotipe yang terdapat dalam diri seseorang tentang orang lain, baik yang positif maupun negative sebenarnya tetap merugikan diri sendiri maupun orang lain tersebut. Hal ini sangat berbahaya dikarenakan tiga alasan berikut :
1.      Stereotipe menyerap kemampuan kita untuk memperlakukan anggota suatu kelompok sebagai seorang individu.
Ketika kita tahu akan stereotipe suatu kelompok atau Ras tertentu, dan kemudian kita bertemu dengan seseorang yang berasal dari kelompok atau ras tersebut, maka tidak terhindarkan bahwa kita akan langsung berpikiran bahwa karakteristik orang tersebut adalah sama dengan stereotipe kelompok dimana ia berasal. Dengan pemikiran seperti itu, maka kita cenderung memperlakukan orang tersebut seperti anggota kelompok lainnya, tanpa memikirkan bahwa ia bisa saja memiliki karakteristik yang berbeda dengan kelompoknya.

2.      Stereotipe menyebabkan harapan akan sesuatu perilaku yang sempit.
Dengan adanya stereotipe tertentu, maka kita cenderung untuk memprediksikan perilaku seorang individu sesuai dengan perilaku kelompok individu tersebut. Apabila terjadi perbedaan perilaku yang muncul, maka kita cenderung menyatakan perilaku yang berbeda tersebut sebagai suatu penyimpangan atau abnormal.

3.  Stereotipe mengarahkan pada atribusi yang salah.
Teori atribusi menyatakan bahwa manusia cenderung selalu berusaha untuk menjelaskan mengapa suatu hal dapat terjadi, dan mencari tahu penyebabnya. Yang peling sering dilakukan yaitu berusaha menjelaskan suatu perilaku, bak yang dilakukan orang lain ataupun dilakukan sendiri.
 Jika seorang individu telah memiliki stereotipe tertentu , maka akan mempengaruhi  atribusi yang dilakukan individu tersebut.  Kesalahan atribusi ini kemudian juga memperkuat prasangka terhadap suatu kelompok tertentu, karena manusia cenderung hanya melihat fakta-fakta pendukung prasangka mereka dan menolak yang berlawanan.

Jika ditanyakan mengapa stereotipe dan Prasangka bisa muncul dalam lingkungan sosial, maka ada tiga sebab utama penyebab timbulnyaa stereotipe dan prasangka, yaitu :
1.      Konflik Realistik
Realistic conflict theory menyatakan bahwa individu yang sedang merasa frustasi atau marah ketika sedang berkompetesi dengan kelompok lain, akan melihat kelompok lain dengan pandangan yang sangat negatif.
2.      “Kita” versus “Mereka”
Individu dalam kehidupan bermasyarakat cenderung membagi diri menjadi dua kelompok. Kelompok “kita” dan kelompok “mereka”. Dalam suatu penelitian yang dilakukan oleh Sherif dan Sherif (1953) , setelah serangkaian kegiatan, maka kedua kelompok mulai bersiteru dan mulai memberi nama panggilan. Ini menjadi awal munculnya prasangka.
       3. Social Learning ( Pembelajaran Sosial)
Tidak dapat dipungkiri bahwa prasangka dan stereotipe juga bersumber dari hasil belajar.proses nya biasanya terjadi dengan contoh “prasangka dan stereotipe yang di dilakukan orang lain atapun dari kerabat kita”

Memerangi prasangka, prasangka berbahaya bagi umat manusia. tapi apakah ada sesuatu yang bisa dilakukan tentang hal itu? ada beberapa penangkal efektif Yaitu:
1.      Mengenali  prasangka
Banyak orang yang tidak ingin mengakui bahwa dirinya juga memiliki prasangka terhadap suatu kelompok tertentu. Maka dari itu tahap pertama untuk melawan prasangka yaitu dengan menyadari terlebih dahulu prasangka yang sudah ada .

2.      Mengontrol  Automatic Prejudice
Ketika seorang  individu bahkan tidak menyadari bahwa ia memiliki prasangka, maka ia tidak akan mampu mengontrol reaksi yang muncul akibat automatic prejudice tersebut.  Bahkan disaat seseorang telah menyadari adanya prasangka dalam dirinya sendiri, tidaklah mudah untuk mengontrol reaksi yang muncul. Oleh karena itu, hal kedua yang harus dilakukan adalah berusaha mengontrol reaksi yang muncul tersebut.

3.      Meningkatkan hubungan antar Kelompok Berprasangka.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa prasangka adalah sesuatu yang dipelajari. Oleh karena itu, prasangka juga dapat diubah. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan interaksi langsung dengan kelompok lain. Akan tetapi interaksi tersebut dapat efektif jika terjadi dalam beberapa kondisi berikut yaitu :
a.       Kedua kelempok memiliki status yang setara
Ketika dua anggota kelompok dengan status yang berbeda berinteraksi, maka prasangka yang telah ada tersebut tidak mungkin akan dapat dihilangkan seperti anggota kelompok belajar di sekolah.
b.      Anggota setiap kelompok memandang anggota kelompok lain sebagai sama dengan kelompok yang mereka hormati, bukan sebagai pengecualian.
Ketika seorang individu berinteraksi dengan anggota dari suatu kelompok, namun mengganggapnya hanya sebagi pengecualian, prasangka terhadap kelompok tersebut tidak akan pernah bisa hilang.
c.       Kedua kelompok bekerja sama dalam tugas yang bersifat kooperatif bukan kompetitif.
PROSES ATRIBUSI DALAM PERSEPSI ORANG

Atribusi adalah proses pembuatan penilaian tentang apa yang menyebabkan orang untuk berperilaku dengan cara yang mereka lakukan. Salah satu aspek dari proses atribusi adalah memutuskan apakah seseorang berperilaku dengan cara tertentu karena beberapa penyebab eksternal (situasional atribusi), kepribadian atau sifat (dispositional atribusi).
Psikolog Sosial Fritz Heider (1958) hipotesis bahwa kita mengevaluasi orang dalam cara yang sistematis bias, membuat keakuratan persepsi seseorang menjadi sulit. Heider disebut bias karena kesalahan mendasar atribusi. Ketika menjelaskan perilaku kita sendiri, tampaknya kita yang lebih mungkin untuk membuat atribusi situasional. Hal ini dikenal sebagai pelaku-pengamat (Jones & Nisbett, 1972). Meskipun perilaku mungkin sama, tetapi perbedaan dalam atribusi tergantung pada apakah kita adalah pelaku atau pengamat.
Informasi pertama yang diberikan seseorang kepada kita biasanya lebih sulit kita terima dibandingkan dengan informasi yang kita terima selanjutnya. Hal ini disebut dengan efek  keunggulan.Jika kamu diperkenalkan pada Barbara dan dia berbicara sopan dan sangat memahami etika dalam bisnis kesan mu padanya mungkin akan sangat postif. Kemudian jika kamu bertemu dengannya di bar, duduk sendiri, terlihat putus asa, rambutnyaterurai, dan setengah mabuk, kamu akan melihat sisi lain dari Barbara. Tetapi karena kesan yang tertanam tentangnya baik, maka kemungkinan besar kamu akan mengabaikan atau membiarkan begitu saja tentang informasi baru ini (“Sesuatu yang buruk sedang menimpa Barbara, oleh karena itu, ia bertindak seperti ini”).
Asumsikan kita melihat Babara di bar, apa kesan pertamamu tentangnya? Pada kejadian seperti itu, kesan pertamamu tentangnya pasti negatif dan kesan negatif itulah yang mendominasi persepsimu tentang Barbara, walaupun nanti kita memperoleh informasi positif tentang dirinya, itu tidak akan mempengaruhi kesan negatif dirinya yang merupakan kesan pertama dirinya untuk kita.
            Kesan pertama( Primacy Effect), tidak selalu mengesampingkan hal-hal penting, tetapi hal-hal penting tersebut akan dikesampingkan dalam tiga kondisi, yaitu :
1.      Prolonged Exposure
Mengurangi hal-hal penting dalam kesan pertama.Hal ini baik dalam mencari kesan pekerjaan baru, tapi jangan terlalu khawatir pada kesan  pertama yang kita berikan.Teman-teman kita akan mulai memahami dalam waktu yang lama, seiring berjalannya waktu itu akan menghapus kesan pertama kita. Faktanya, informasi tidak selalu sama dengan kesan pertama seseorang.

2.      Passage Of Time
Seiring berjalannya waktu kesan pertama mulai terlupakan dan digantikan dengan kesan yang baru yang lebih penting.Jika di kesan pertama kamu gagal meberikan kesan yang baik, berikan jangka waktu dan kemudian coba lagi.

3.      Knowledge Of Primacy Effect

Ketika orang tidak terpengaruh pada kesan pertama, primacy effect akan berkurang. Manajer personel dan yang lainnya yang memahami bahwa ada hal-hal negatif pada primacy effect yang mungkin mengurangi persepsi awal mereka.