DEFENISI PSIKOLOGI SOSIAL
Psikologi
sosial adalah cabang dari ilmu psikologi yang mempelajari interaksi individu
dengan individu lainnya atau kelompok. Psikologi sosial dianggap sebagai studi
yang interdisipliner, dikarenakan terdapat unsur sosiologi dalam pendekatannya.
Pendekatan yang dilakukan para psikolog melalui perspektif psikologi sosial
berfokus pada individu dan mencoba menjelaskan bagaimana pikiran, perasaan, dan
perilaku individu dapat dipengaruhi oleh orang lain. Tidaklah tepat untuk
mempelajari perilaku manusia sebagai suatu entitas yang berdiri sendiri. Kita
harus pula mengkaji psikologi individu dari konteks sosial lingkungan tempat ia
tinggal / dibesarkan.
KELOMPOK
DAN PENGARUH SOSIAL
Salah
satu efek dari menjadi salah seorang dari sebuah kelompok sosial / grup :
1. Deindividuation
Adalah
keadaan dimana orang yang berada didalam suatu kelompok sosial / grup merasa
bahwa ia tidak dikenali dan tidak teridentifikasi, maka ia tidak begitu
khawatir terhadap pandangan orang sekeliling nya terhadap tingkah laku nya
(Zimbardo, 1969). Ada sesuatu hal di dalam suatu kelompok sosial / grup yang
bisa merubah seseorang yang tidak mempunyai nyali untuk membunuh, namun saat
berada didalam grup tertentu maka nyali tersebut bisa muncul (Postmes &
Spears, 1998). Semakin besar kerumunan, maka kecenderungan seseorang untuk
merasa tidak dikenali dan tidak teridentifikasi semakin besar pula.
2 Uninvolved Bystanders
Adalah
keadaan dimana orang yang saat diposisikan dalam suatu grup yang tidak
terstruktur maka akan mengalami diffusion
of responsibility, yaitu perasaan berkurangnya rasa tanggung jawabnya untuk
melakukan hal yang benar dikarenakan terpengaruh oleh anggota grup lain yang
tidak melakukan apa- apa. Namun para psikolog sosial tidak melihat hal ini
sebagai kualitas individu yang tidak baik, melainkan sebagai suatu fenomena
psikologi yang umum. Latane dan Darley (1970) beranggapan bahwa berada disuatu
tempat bersama orang lain mempengaruhi persepsi kita terhadap suatu masalah dan
rasa tanggung jawab kita untuk menolong.
Saat kita menyaksikan suatu kejadian, kita memperhatikan terlebih dahulu
apakah orang disekitar kita merasa bahwa hal itu adalah sebuah masalah. Jika
tidak ada yang berusaha untuk memberikan pertolongan, maka rasa tanggung jawab
kita untuk menolong akan berkurang.
3. Berkerja sama dan
memecahkan masalah bersama – sama didalam suatu grup
Dalam
suatu kasus tertentu, keberadaan seseorang didalam suatu grup bisa meningkatkan
kinerja dirinya. Fenomena ini sering disebut dengan social facilitation. Namun dalam kasus tertentu pula, bekerja
didalam suatu kelompok bisa menurunkan kinerja seseorang, saat penilaian
dilakukan terhadap kelompok bukan perseorangan. Fenomena ini sering disebut
dengan social loafing. 2 variabel
yang mempengaruhi social loafing
adalah (1) Seberapa banyak orang yang ada didalam grup, dan (2) Bagaimana
tugasnya itu sendiri. Semakin besar suatu grup, semakin sedikit usaha yang
dikeluarkan individu didalam kelompok untuk menyelesaikan tugasnya.
Berada
didalam suatu grup atau berada disekeliling orang- orang mampu mengaktifkan
sistem saraf simpatik. Beberapa tugas/ hal yang dilakukan bisa berjalan lebih
baik dengan dorongan sistem saraf simpatik yang sedikit, namun ada juga yang
dapat menjalankan tugas lebih baik saat besarnya dorongan dari sistem saraf
simpatik (Zaronc, 1965).
Dorongan
dari sistem saraf simpatik ini bisa juga menyebabkan choking sensation. Fenomena ini dapat terjadi saat seseorang berada
didalam suatu kondisi yang tertekan dikarenakan akan melakukan hal yang
dirasanya sangat penting, namun menjadi gugup akibat banyaknya orang
disekitarnya (Baumeister, 1984). Bahkan seseorang yang sudah sangat terlatih
bisa mengalami sensasi ini. Saat melakukan hal yang sudah rutin ia lakukan,
namun dikarenakan terlalu fokus terhadap hal yang berusaha mereka lakukan
sehingga menjadi gugup (Beilock & Carr, 2001).
4.
Konformitas,
peranan sosial dan ketaatan
Para
psikolog mulai mencari jawaban atas pertanyaan yang mengganggu bagaimana
orang-ornag biasa dapat dipengaruhi untuk melakukan kekejaman terhadap kaum
Yahudi, Gipsi, dan kaum Minorotas lainnya pada perang dunia ke II. Seberapa
besar orang-orang akan mengubah prilaku mereka untuk lebih selaras dengan apa
yang orang lain lakukan? Seberapa mudah orang-orang mematuhi seseorang yang
memiliki wewenang? Factor-faktor apa saja yang mempengaruhi apakah oranh-orang
akan tahan pada pengaruh sosial? Dan pertanyaan ini masih relevan ketika kita
berusaha memahami berbagai peristiwa saat ini seperti serangan kelompok yang dengki
pada etnis minoritas, dan lain sebagainya. Berikut ini mengidentifikasi
bagaimana manusia dipengaruhi kelompok sosial.
·
Konformitas
Konformitas
adalah perubahan dalam perilaku seseorang untuk menyelaraskan lebih dekat
dengan standar kelompok. Konformitas memiliki banyak bentuk dan mempengaruhi
banyak aspek kehidupan seseorang. Misalnya Anak kuliah baru yang ikut dalam
kelompok teman-teman yang minum-minuman keras sehingga menyebabkannya menjadi
peminum, meskipun ia mungkin tidak pernah menjadi peminum sebelumnya.
Meskipun
konformitas memiliki beberapa konotasi yang tidak menyenangkan tapi tidaklah
keseluruhannya menjadi pengaruh yang buruk. Menyelaraskan dengan aturan dan
peraturan memungkinkan masyarakat berjalan dengan lancar. Bayangkan bagaimana
kacaunya jika orang-orang tidak menyelaraskan diri dengan norma sosial.
Penelitian konformitas
dari Asch
Bayangkan
anda berada pada situasi ini: anda memasuki ruangan dengan lima orang duduk
mengitari sebuah meja. Seseorang dengan jubah putih laboratorium memasuki
ruangan dan memberitahukan bahwa anda akan ikut dalam sebuah eksperimen
mengenai keakuratan perceptual. Kelompok diperlihatkan dua kartu, kartu pertama
berisi hanya satu garis vertical, dan kartu kedua berisi tiga garis vertical
yang berbeda-beda. Tugas anda adalah menentukan mana dari ketiga garis pada
kartu kedua memiliki panjang yang sama dengan garis pada kartu pertama. Anda
melihat dan berfikir sudah jelas mana garis yang sama.
Yang
tidak anda ketahui adalah orang lain dalam ruangan tersebut adalah sekutu yang
berarti mereka bekerja untuk eksperimenter. Pada percobaan pertama setiap orang
sepakat garis mana yang sama. Kemudian percobaan keempat, setiap orang memilh
garis yang salah. Sebagai orang terakhir yang membuat pilihan anda mengalami
dilema. Apakah menuruti apa yang anda lihat atau menyelaraskan dengan apa yg
dikatakan orang sebelumnya. Menurut anda, bagaimana anda akan menjawab?
Solomon
Asch melakukan eksperimen klasik mengenai konformitas (1956) ia meyakini
sedikit dari subjek penelitiannya akan tunduk dengan tekanan kelompok. Untuk
menguji hipotesisnya, Asch menginstruksikan sekutu untuk memberikan jawaban
yang salah pada 12 dari 18 percobaan. Hal yang mengejutkannya Asch menemukan
bahwa para subjek penelitian menyelaraskan dengan jawaban yang salah sebanyak
35persen. Penelitian telah menunjukkan bahwa tekanan untuk menyelaraskan kuat.
Mengapa kita mau menyesuaikanbahkan ketika dihadapkan dengan informasi yang
jelas? Para psikolog telah menangani pertanyaan ini dengan baik.
Beberapa
faktor meningkatkan kemungkinan konformitas dengan kelompok:
1. Ukuran
kelompok.
Konformitas
akan meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah anggota kelompok. Semakin
besar kelompok tersebut maka akan semakin besar pula kecenderungan kita untuk
ikut serta, walaupun mungkin kita akan menerapkan sesuatu yang berbeda dari
yang sebenarnya kita inginkan.
2. Kesepakatan
kelompok.
Kebulatan
suara (Unanimity) Kelompok yang sepakat mendatangkan penyesuaian yang lebih
besar dari para anggota, dibandingkan kelompok yang tidak bulat suaranya.
Kehadiran suatu hal berbeda atau menyimpang memudahkan anggota lain untuk tidak
menyesuaikan diri
3. Budaya dan konformitas
Percobaan Solomon Asch menunjukkan bahwa konformitas
terjadi dalam semua budaya, namun orang – orang yang berasal dari budaya
individual yang menekankan perhatian pada kesejahteraan individu kurang
melakukan konformitas dibandingkan dengan orang – orang dari budaya kolektif
yang menekankan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
·
Social roles and Social norms
Ketika
seseorang bekerja bersama dalam kelompok, upaya dari masing-masing individu
perlu dikordinasiakan untuk menghindari kekacauan. Dalam
menanggapi kebutuhan ini, peran sosial dan norma-norma sosial berkembang. untuk
memberikan pedoman tentang apa yang diharapkan dari kita. Peran sosial
memberitahukan kita bagaimana kita berprilaku.
Untuk menyesuaikan diri dengan peran sosial kita, maka
kita juga berperilaku sesuai dengan peraturan yang diucapkan maupun yang tidak
diucapkan, yang dikenal sebagai norma sosial. Norma sosial dari budaya kita
menjelaskan bagaimana seharusnya kita berperilaku dalam berbagai situasi.
·
Ketaatan (obedience)
Ketaatan
adalaha perilaku yang patuh pada perintah eksplisit individu yang ada pada
posisi berkuasa. Yaitu, kita taat ketika sosok berkuasa memerintahkan kita
melakukan sesuatu dan kita melakukannya. Dalam konformitas, orang-orang
mengubah pikiran atau perilaku mereka sehingga akan lebih mirip dengan orang
lain. Dalam ketaatan, terdapat perintah eksplisit untuk patuh.
Penelitian klasik oleh
Stanley Milgram (1963,1965)
Bayangkan
bahwa, sebagai bagian dari sebuah eksperimen dalam psikologi, anda diminta
untuk memberikan serangkaian sengatan listrik yang menyakitkan pada orang lain.
Anda diberitahu bahwa tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan dampak
hukuman terhadap ingatan. Peran anda adalah menjadi ‘guru’ dan menghukum
kesalahan yang dibuat oleh ‘siswa’. Setiap kali ‘siswa’ membuat kesalahan, anda
meningkatkan intensitas sengatan listrikdengan jumlah tertentu.
Anda
diperkenalkan pada ‘siswa’ seorang pria yang baik yang bergumam sesuatu
mengenai kondisi jantungnya. Ia diikat pada ruang lain. Ia berkomunikasi dengan
anda lewat intercom. Alat didepan anda memiliki 30 saklar, dengan rentang dari
15 volt (ringan) sampai 450 volt (bahaya). Sebelum eksperimen ini, anda telah
diberikan sengatan listrik sebesar 75 volt untuk merasakannya.
Seiring
dengan percobaan berjalan ‘siswa’ mendapatkan masalah dan tidak mampu
memberikan jawaban yang benar. Haruskah anda memberikan sengatan listrik kepadanya?
Seiring dengan anda meningkatkan intensitas sengatan listrik padanya, siswa
berkata bahwa ia kesakitan. Pada tegangan 150 volt, ia meminta agar eksperimen
dihentikan, pada tegangan 180 olt ia berteriak bahwa ia sudah tidak tahan lagi.
Pada tegangan 300 volt, ia berteriak mengenai kondisi jantungnya dan memohon
untuk dilepaskan. Namun, jika anda bimbang untuk memberikan sengatan listrik
eksperimenter mengatakan bahwa anda tidak punya pilihan lain.
Sebelum
penelitian ini milgran bertanya pada 40 psikiater bagaimana menurut mereka
orang-orang berespons terhadap situasi tersebut. Para psikiater meramalkan
bahwa kebanyakan ‘guru’ tidak akan memberikan sengatan listrik lebih dari 150
volt. Ternyata para psikiater salah menduga. Mayoritas ‘guru’ mematuhi eksperimenter
kenyataannya hampir duapertiga memberikan sengatan listrik 450 volt.
Pria
tersebut merupakan sekutu eksperimenter. Dalam penelitian milgram, siswa
berpura-pura terkena sengatan listrik. Seperti yang dapat anda bayangkan para
guru dalam eksperimen ini tidak nyaman memberikan sengatan lstrik pada siswa.
Dalam variasi eksperimen milgran menemukan bahwa semakin banyak orang yang akan
menentang dalam situasi tertentu. Ketidakpatuhan lebih lazim terjadi ketika
para subjek penelitian dapat melihat orang lain menentang, ketika sosok yang
berkuasa dianggap resmi dan tidak dekat, dan ketika korban terlihat lebih
manusiawi.
Setelah
eksperimen, mereka diberitahu bahwa siswa tidak benar-benar disengat listrik.
Namun, meskipun mereka telah diberitahukan bahwa mereka sebenarnya tidak
memberikan sengatan atau melukai siapapun, apakah perasaan menderita yang
mereka rasakan itu etis?.
5.
The
positive side of groups
Ada
beberapa hal dimana seseorang tidak bisa menyelesaikannya jika bekerja sendiri.Walaupun benar bahwa jika sendirian individu akan menarik
sampan lebih kuat dibandingkan bila dalam kelompok, namun kelompok yang terdiri
dari empat orang akan bisa menarik sampan ke tepi dibandingkan bila menarik
sendirian. Selain itu, kelompok juga dapat memberikan dukungan emosional dan
kenyamanan kepada kita.
SIKAP DAN
PERSUASI
Sikap
adalah berbagai pendapat dan keyakinan kita mengenai orang lain, objek atau
gagasan , karena kita belajar dari
orang lain dan sikap kita sering tercermin dalam perilaku kita terhadap orang
lain . Psikolog sosial mendefinisikan sikap sebagai evaluasi yang mempengaruhi
kita untuk bertindak dan merasa dengan cara tertentu . Definisi ini memiliki
tiga komponen ; 1 . Keyakinan , 2 . Perasaan , , dan 3 . Disposisi untuk
berperilaku .
1.
Origins
sikap
Beberapa sikap kita berasal dari pengalaman langsung
. Anak-anak yang digigit anjing kadang-kadang membawa sikap negatif terhadap
anjing selama sisa hidupnya
, terutama terhadap jenis anjing yang menggigit mereka . Artinya , beberapa
sikap tampaknya , klasik AC . Jika saya stimulus ( misalnya , anjing peking )
dipasangkan dengan pengalaman positif atau negatif , sikap akan sama positif
atau negatif ( Hofman & lain-lain , 2010)
Sikap
juga kita pelajari dari mengamati
perilaku orang lain . orang tua yang menerapkan
sikap positif terhadap tetangga Hispanik mereka cenderung memiliki anak-anak
yang memiliki sikap positif terhadap Hispanik .
2.
Persuasi
dan perubahan sikap
Sikap tidak bersifat tetap , mereka bisa
berubah setelah mereka telah terbentuk . Memang , tulisan-tulisan awal dikenal
pada psikologi sosial adalah tentang mengubah sikap masyarakat melalui persuasi
. retorika Aristoteles , yang ditulis 2.500 tahun yang lalu , adalah sebuah
esai tentang faktor-faktor yang membuat argumen persuasif ketika perdebatan orator . Iklan di
radio dan televisi dan iklan di koran dan majalah yang dirancang untuk mengubah
sikap Anda tentang produk sponsor ' . Pidato politik dan billboard dimaksudkan
untuk membujuk Anda bagaimana untuk memilih . Amal berharap untuk membujuk Anda
untuk berkontribusi.
Teman-teman Anda mencoba membujuk Anda untuk membantu mereka bergerak .
Persuasi
adalah bagian alami dan penting dari interaksi kita dengan anggota masyarakat
lainnya . Tetapi karena konsekuensi yang berpotensi penting komunikasi
persuasif. Persuasi komunikasi tidak ditentukan semata-mata oleh kualitas logis
dari argumen . Logika mungkin, pada kenyataannya menjadi salah satu faktor yang
paling tidak penting.
Kualitas komunikasi
persuasif jatuh ke dalam tiga kategori umum : karakteristik pembicara , dari
komunikasi itu sendiri , dan orang-orang yang mendengarnya .
·
Karakteristik
pembicara
karakteristik
pembicara adalah salah satu faktor dalam menentukan seberapa persuasif
komunikasi . Ada beberapa karakteristik
yang telah terbukti penting untuk persuasi . Secara umum , semakin kredibel
pembicara , semakin persuasif pesan .
·
Karakteristik
pesan
di
samping kualitas pembicara , karakteristik pesan berdampak pada bagaimana
persuasif pesan tersebut . Banyak bukti yang menunjukkan bahwa komunikasi yang
membangkitkan rasa takut dapat meningkatkan komunikasi persuasif , tetapi hanya
di bawah circumsrances tertentu ( mewborn & rogers , 1979) . Takut
-inducing , komunikasi persuasif dapat efektif jika ( a) daya tarik emosional
adalah salah satu yang relatif kuat ( tapi tidak terlalu kuat ) , ( b ) para
pendengar berpikir bahwa hasil yang menakutkan ( seperti gigi busuk atau kanker
paru-paru ) cenderung terjadi pada mereka , dan ( c ) pesan menawarkan cara
yang efektif untuk menghindari hasil yang menakutkan ( seperti cara mudah untuk
berhenti merokok ) ( Witte dan allen , 2000)
Sebuah
contoh yang sangat baik dan inheren penting telah disediakan oleh psikolog beth
Meyerowitz dan shelly Chaiken ( 1987) . Mereka membandingkan persuasi dari dua
pesan yang dirancang untuk mendorong wanita usia perguruan tinggi untuk
melakukan pemeriksaan payudara sendiri . Dua kelompok perempuan membaca pamflet
tiga halaman yang identik. Satu kelompok membaca pernyataan berbingkai untuk
menekankan keuntungan dari pemeriksaan payudara sendiri .
Dengan
melakukan pemeriksaan payudara sendiri sekarang , Anda dapat mempelajari bagaimana payudara yang sehat
normal ketika anda sudah mengetahui anda
akan lebih siap untuk melihat kenyataannya
, perubahan abnormal mungkin terjadi karena Anda mendapatkan hasil lain . Penelitian
menunjukkan bahwa wanita yang melakukan pemeriksaan payudara sendiri memiliki
peluang peningkatan untuk menemukan tumor ditahap lebih awal dan pengobatan diawal.
Dengan
tidak melakukan pemeriksaan payudara sendiri Anda tidak akan mengetahui payudara yang normal sehingga
Anda akan sakit - prrepared untuk melihat adanya kecil , perubahan abnormal
yang mungkin terjadi saat usia bertambah . Penelitian menunjukkan bahwa wanita
yang tidak melakukan pemeriksaan payudara sendiri memiliki kesempatan penurunan
menemukan tumor ditahap awal dan
pengobatan ditahap awal.
Empat
bulan kemudian , perempuan itu diwawancarai untuk menentukan apakah pesan itu
memiliki efek positif . Hasil penelitian menunjukkan bahwa pesan kedua ,
dibingkai dalam hal potensi kerugian , lebih efektif daripada versi pertama .
Wanita membaca pesan loss berbingkai memiliki sikap yang lebih positif terhadap
pemeriksaan payudara sendiri dan hampir dua kali lebih mungkin telah berlatih ,
sementara mereka membaca pesan potensi keuntungan tidak lebih mungkin untuk
terlibat dalam pemeriksaan payudara sendiri daripada yang kelompok yang telah
membaca pamflet tidak . Kita tidak bisa menyimpulkan bahwa hanyalah contoh lain
dari efek yang lebih besar dari ketakutan - membangkitkan komunikasi , karena
dua pamflet tidak membangkitkan jumlah yang berbeda dari rasa takut . Meskipun
banyak yang telah dipelajari tentang cara terbaik untuk membingkai pesan untuk
mendorong pemeriksaan payudara sendiri dalam beberapa tahun terakhir ,
profesional kesehatan jarang bingkai banding dalam cara yang paling efektif (
Kline & Mattson , 2000). Memahami framing membantu kita membuat titik bahwa
persuasi yang efektif bukan hanya hasil dari apa yang Anda katakan , tetapi
alsohow Anda mengatakannya .
Akhirnya
, pengulangan pesan meningkatkan persuasif argumen yang kuat ( bulan &
lain-lain , 2009). Itulah mengapa kandidat politik mengulang pernyataan yang
sama berulang selama kampanye .
·
Karakteristik
pendengar
selain
kualitas dari speaker dan pesan , charactereristics tertentu dari pendengar
membantu menentukan seberapa persuasif argumen . Orang kurang cerdas umumnya lebih mudah
untuk dibujuk . Orang dengan
harga diri yang tinggi umumnya sangat yakin pendapat mereka dan sulit untuk
dipengaruhi , sementara mereka dengan harga diri yang rendah cenderung tidak
membayar perhatian yang cukup untuk komunikasi yang akan terpengaruh . Sebagai
contoh, seseorang dengan pendapat yang sangat rendah dari dirinya mungkin
mendengar pidato pada pembiayaan sekolah umum dan menjadi hilang dalam
pikirannya sendiri tentang kinerja sendiri miskin pendidikan ( Rhodes & kayu
, 1992) . Orang-orang yang self- esteem moderat ( yang memiliki pendapat
sendiri yang sekitar sebagai positif karena kebanyakan masyarakat ) umumnya
lebih mudah untuk meyakinkan dibandingkan orang dengan baik tinggi atau rendah
diri ( Rhodes & kayu , 1992); Zellner , 1970) . Orang juga umumnya lebih
mudah untuk membujuk ketika mereka mendengarkan pesan dalam kelompok daripada
sendirian , dengan massa lebih besar mengarah ke persuasi yang lebih besar
daripada yang lebih kecil ( newton & mann , 1980) . Akhirnya , dukungan
sosial bagi sikap lebih sulit untuk membujuk untuk mengubah sikap tersebut
dibandingkan dengan orang yang teman-teman dan kenalannya memiliki sikap yang
beragam ( visser & mirabile , 2004) .
·
Teknik
pengaruh sosial
beberapa
orang dapat memberikan pengaruh
daripada orang
lain dan dapat mengubah sikap mereka .
Hal ini karena mereka memiliki karakteristik pembicara persuasif , dan sebagian
karena mereka memahami karakteristik pesan dan penonton .
Sebuah
teknik klasik dari pengaruh sosial adalah teknik kaki -in - the- door (
membebaskanku & fraser , 1996; Burger , 1999) . Sebuah kecil , permintaan
yang masuk akal dibuat pertama , dan Anda mematuhi itu. Kemudian ada tindak
lanjut dengan permintaan yang lebih besar . Jika ada orang yang menelepon Anda
di rumah dan mengatakan bahwa dia adalah seorang peneliti di universitas lain
yang ingin datang lebih dari satu memeriksa rumah Anda , apakah Anda setuju
untuk membiarkan dia di ? kebanyakan orang akan enggan untuk setuju, tapi
orang-orang yang pertama kali setuju untuk menjawab beberapa pertanyaan melalui
telepon lebih mungkin untuk memungkinkan peneliti untuk memeriksa rumah mereka
. Menyetujui satu permintaan kecil membuat kita lebih cenderung untuk
menyetujui kedua , permintaan besar ( myers , 2005).
Teknik
low - ball ( Cialdini & Goldstein , 2004) adalah seorang pedagang mobil
taktik terkenal , mirip dengan kaki -in - the- pintu bahwa Anda awalnya setuju
untuk kesepakatan yang masuk akal . Namun, maka kesepakatan itu berubah ( biaya
tambahan ditambahkan dalam , dll ) , namun masih orang-orang biasanya
menyelesaikan transction , meskipun mereka tidak setuju untuk kesepakatan baru
. Kebanyakan orang tidak berjalan jauh dari kesepakatan itu , bahkan ketika
harga naik ( burger , 1986) .
Percaya
atau tidak , orang lebih cenderung untuk memenuhi permintaan untuk bantuan
kecil jika pertama mereka meminta bantuan yang lebih besar yang mereka awalnya
mengatakan tidak . ini dikenal sebagai "pintu dalam menghadapi "
teknik ( Cialdini & lain-lain , 1975) . Bayangkan bahwa Anda diminta untuk
berkontribusi $ 100 sampai sebuah organisasi amal yang Anda lakukan , pada
prinsipnya , dukungan . Mungkin Anda akan mengatakan tidak -itu banyak uang ,
kan? tetapi bagaimana jika Anda kemudian bertanya apakah Anda memiliki beberapa
receh untuk berkontribusi ? Anda akan lebih mungkin untuk menyumbangkan sesuatu
dari Anda akan telah jika Anda hanya diminta untuk kontribusi besar ? mungkin
sekarang Anda akan memberikan atau dua dolar . Cobalah kali Anda berada
penggalangan dana untuk tujuan mulia .
3.
Behaviour and Attitude Change :Teori Disonansi Kognitif
Prejudice dan Stereotypes
Setiap Orang
dalam kehidupan bermasyarakatnya pasti memilik suatu pandangan tentang orang
lain, memiki Sikap(attitudes) tersendiri tentang orang lain. Sikap tentang orang lain tersebut
muncul di saat Seseorang bertemu dengan Seseorang lainnya.
Dalam
kehidupan sehari-hari, bukanlah tidak mungkin bahwa attitudes yang muncul itu bersifat negatif. Hal ini
mungkin saja disebabkan karena adanya persepsi yang kurang tepat mengenai
seseorang tersebut karena ia berasal dari suatu kelompok tertentu. Suatu attitudes yang bersifat negatif,
merugikan dan berbahaya karena adanya generalisasi yang kurang akurat terhadap
sekelompok individu disebut prasangka.
Setiap orang
dalam kehidupan bermasyarakat pasti berusaha menghindarkan diri dari memiliki
prasangka terhadap kelompok-kelompok tertentu. Akan tetapi, secara tidak sadar,
sebenarnya setiap individu bereaksi dengan cara yang berbeda-beda terhadap
anggota dari kelompok yang berbeda. Meskipun hal ini selalu dihindari, namun
kadang tidak dapat kita kendalikan dan muncul dengan tiba-tiba. Keadaan ini
disebut juga dengan automatic
prejudice.
Pada
umumnya, prasangka muncul berdasarkan warna kulit, agama, jenis kelamin, umur,
atau karakteristik yang mudah terlihat lainnya. Munculnya prasangka ini
dikarenakan kesalahan yang didasarkan generalisasi suatu kelompok yang kita
sebut dengan stereotipe.
Stereotipe yang
terdapat dalam diri seseorang tentang orang lain, baik yang positif maupun
negative sebenarnya tetap merugikan diri sendiri maupun orang lain tersebut.
Hal ini sangat berbahaya dikarenakan tiga alasan berikut :
1. Stereotipe menyerap kemampuan kita
untuk memperlakukan anggota suatu kelompok sebagai seorang individu.
Ketika kita tahu akan stereotipe suatu kelompok atau Ras tertentu, dan kemudian kita
bertemu dengan seseorang yang berasal dari kelompok atau ras tersebut, maka
tidak terhindarkan bahwa kita akan langsung berpikiran bahwa karakteristik
orang tersebut adalah sama dengan stereotipe
kelompok dimana ia berasal. Dengan pemikiran seperti itu, maka kita cenderung
memperlakukan orang tersebut seperti anggota kelompok lainnya, tanpa memikirkan
bahwa ia bisa saja memiliki karakteristik yang berbeda dengan kelompoknya.
2. Stereotipe menyebabkan harapan akan
sesuatu perilaku yang sempit.
Dengan adanya stereotipe tertentu, maka kita cenderung
untuk memprediksikan perilaku seorang individu sesuai dengan perilaku kelompok
individu tersebut. Apabila terjadi perbedaan perilaku yang muncul, maka kita
cenderung menyatakan perilaku yang berbeda tersebut sebagai suatu penyimpangan
atau abnormal.
3. Stereotipe mengarahkan pada atribusi
yang salah.
Teori
atribusi menyatakan bahwa manusia cenderung selalu berusaha untuk menjelaskan
mengapa suatu hal dapat terjadi, dan mencari tahu penyebabnya. Yang peling
sering dilakukan yaitu berusaha menjelaskan suatu perilaku, bak yang dilakukan
orang lain ataupun dilakukan sendiri.
Jika seorang individu telah memiliki stereotipe tertentu , maka akan
mempengaruhi atribusi yang dilakukan individu tersebut. Kesalahan
atribusi ini kemudian juga memperkuat prasangka terhadap suatu kelompok
tertentu, karena manusia cenderung hanya melihat fakta-fakta pendukung
prasangka mereka dan menolak yang berlawanan.
Jika
ditanyakan mengapa stereotipe
dan Prasangka bisa muncul dalam
lingkungan sosial, maka ada tiga sebab utama penyebab timbulnyaa stereotipe dan prasangka, yaitu :
1.
Konflik Realistik
Realistic conflict theory menyatakan
bahwa individu yang sedang merasa frustasi atau marah ketika sedang
berkompetesi dengan kelompok lain, akan melihat kelompok lain dengan pandangan
yang sangat negatif.
2.
“Kita” versus “Mereka”
Individu dalam kehidupan bermasyarakat cenderung
membagi diri menjadi dua kelompok. Kelompok “kita” dan kelompok “mereka”. Dalam
suatu penelitian yang dilakukan oleh Sherif dan Sherif (1953) , setelah
serangkaian kegiatan, maka kedua kelompok mulai bersiteru dan mulai memberi
nama panggilan. Ini menjadi awal munculnya prasangka.
3. Social
Learning ( Pembelajaran Sosial)
Tidak dapat
dipungkiri bahwa prasangka dan stereotipe juga bersumber dari hasil
belajar.proses nya biasanya terjadi dengan contoh “prasangka dan stereotipe
yang di dilakukan orang lain atapun dari kerabat kita”
Memerangi prasangka, prasangka
berbahaya bagi umat manusia. tapi apakah ada sesuatu yang bisa dilakukan
tentang hal itu? ada beberapa penangkal efektif Yaitu:
1.
Mengenali prasangka
Banyak orang yang tidak ingin mengakui bahwa dirinya
juga memiliki prasangka terhadap suatu kelompok tertentu. Maka dari itu tahap
pertama untuk melawan prasangka
yaitu dengan menyadari terlebih dahulu prasangka yang sudah ada .
2.
Mengontrol Automatic Prejudice
Ketika seorang individu bahkan tidak menyadari
bahwa ia memiliki prasangka, maka ia tidak akan mampu mengontrol reaksi yang
muncul akibat automatic prejudice tersebut. Bahkan
disaat seseorang telah menyadari adanya prasangka dalam dirinya sendiri,
tidaklah mudah untuk mengontrol reaksi yang muncul. Oleh karena itu, hal kedua
yang harus dilakukan adalah berusaha mengontrol reaksi yang muncul tersebut.
3.
Meningkatkan hubungan antar Kelompok
Berprasangka.
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa prasangka
adalah sesuatu yang dipelajari. Oleh karena itu, prasangka juga dapat diubah.
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan interaksi
langsung dengan kelompok lain. Akan tetapi interaksi tersebut dapat efektif jika
terjadi dalam beberapa kondisi berikut yaitu :
a.
Kedua kelempok memiliki status yang setara
Ketika dua anggota kelompok dengan status yang berbeda
berinteraksi, maka prasangka yang telah ada tersebut tidak mungkin akan dapat
dihilangkan seperti anggota kelompok belajar di sekolah.
b.
Anggota setiap kelompok memandang anggota kelompok lain sebagai sama dengan
kelompok yang mereka hormati, bukan sebagai pengecualian.
Ketika seorang individu berinteraksi dengan anggota
dari suatu kelompok, namun mengganggapnya hanya sebagi pengecualian, prasangka
terhadap kelompok tersebut tidak akan pernah bisa hilang.
c.
Kedua kelompok bekerja sama dalam tugas yang bersifat kooperatif bukan
kompetitif.
PROSES ATRIBUSI DALAM PERSEPSI ORANG
Atribusi adalah proses
pembuatan penilaian tentang apa yang menyebabkan orang untuk berperilaku dengan
cara yang mereka lakukan. Salah satu aspek dari proses atribusi adalah
memutuskan apakah seseorang berperilaku dengan cara tertentu karena beberapa
penyebab eksternal (situasional atribusi), kepribadian atau sifat
(dispositional atribusi).
Psikolog Sosial Fritz Heider (1958) hipotesis bahwa kita
mengevaluasi orang dalam cara yang sistematis bias, membuat keakuratan persepsi
seseorang menjadi sulit. Heider disebut bias
karena kesalahan mendasar atribusi. Ketika menjelaskan perilaku kita sendiri,
tampaknya kita yang lebih mungkin untuk membuat atribusi situasional. Hal ini
dikenal sebagai pelaku-pengamat (Jones & Nisbett, 1972). Meskipun perilaku
mungkin sama, tetapi perbedaan dalam atribusi tergantung pada apakah kita
adalah pelaku atau pengamat.
Informasi
pertama yang diberikan seseorang kepada kita biasanya lebih sulit kita terima
dibandingkan dengan informasi yang kita terima selanjutnya. Hal ini disebut
dengan efek keunggulan.Jika kamu
diperkenalkan pada Barbara dan dia berbicara sopan dan sangat memahami etika
dalam bisnis kesan mu padanya mungkin akan sangat postif. Kemudian jika kamu
bertemu dengannya di bar, duduk sendiri, terlihat putus asa, rambutnyaterurai,
dan setengah mabuk, kamu akan melihat sisi lain dari Barbara. Tetapi karena
kesan yang tertanam tentangnya baik, maka kemungkinan besar kamu akan
mengabaikan atau membiarkan begitu saja tentang informasi baru ini (“Sesuatu
yang buruk sedang menimpa Barbara, oleh karena itu, ia bertindak seperti ini”).
Asumsikan
kita melihat Babara di bar, apa kesan pertamamu tentangnya? Pada kejadian
seperti itu, kesan pertamamu tentangnya pasti negatif dan kesan negatif itulah
yang mendominasi persepsimu tentang Barbara, walaupun nanti kita memperoleh
informasi positif tentang dirinya, itu tidak akan mempengaruhi kesan negatif
dirinya yang merupakan kesan pertama dirinya untuk kita.
Kesan pertama( Primacy Effect),
tidak selalu mengesampingkan hal-hal penting, tetapi hal-hal penting tersebut
akan dikesampingkan dalam tiga kondisi, yaitu :
1.
Prolonged
Exposure
Mengurangi
hal-hal penting dalam kesan pertama.Hal ini baik dalam mencari kesan pekerjaan
baru, tapi jangan terlalu khawatir pada kesan
pertama yang kita berikan.Teman-teman kita akan mulai memahami dalam
waktu yang lama, seiring berjalannya waktu itu akan menghapus kesan pertama
kita. Faktanya, informasi tidak selalu sama dengan kesan pertama seseorang.
2.
Passage
Of Time
Seiring
berjalannya waktu kesan pertama mulai terlupakan dan digantikan dengan kesan
yang baru yang lebih penting.Jika di kesan pertama kamu gagal meberikan kesan
yang baik, berikan jangka waktu dan kemudian coba lagi.
3.
Knowledge
Of Primacy Effect
Ketika
orang tidak terpengaruh pada kesan pertama, primacy effect akan berkurang.
Manajer personel dan yang lainnya yang memahami bahwa ada hal-hal negatif pada
primacy effect yang mungkin mengurangi persepsi awal mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar