1. Biografi
Eysenck
Hans
J. Eysenck
lahir di Berlin, Jerman pada tanggal 4 Maret 1916. Ibunya Silesian kelahiran
bintang film Helga Molander, dan ayahnya, Eduard Anton Eysenck adalah seorang
penghibur klub malam yang pernah terpilih sebagai pria paling tampan di pantai
Baltik.
Ayah
dan ibunya bercerai saat dia sedang berusia
2 tahun.
Eysenck kemudian dirawat oleh neneknya sampai berusia 18 tahun. Kala itu Nazi
mulai berkuasa, dan sebagai simpatisan Yahudi, Hans Eysenck pun terancam.
Kemudian dia pindah
ke Inggris untuk melanjutkan pendidikannya.
Dia
menerima gelar doktor di bidang psikologi dari University of London pada tahun
1940. Pada saat perang dunia pertama, dia bekerja sebagai seorang psikolog di
bagian gawat darurat. Disinilah penelitiannya pun dilakukan tentang “kevalidan
diagnosis-diagnosis
psikiatri”.
Hasil peneltiannya kemudian membuatnya menentang psikologi analisis sepanjang
kariernya. Setelah perang usai, dia mengajar di University of London dan
menjadi ketua bagian psikologi di The Institute of Psychiatri di Betlehem Royal
Hospital.
Hans
Eysenck adalah seorang psikolog terkenal yang memakai pendekatan behaviorisme
dalam melihat kepribadian manusia. Teori Eysenck sebagian besar didasarkan oleh
fisiologi dan genetika. Meskipun dia seorang behavioris, namun Eysenck melihat
perbedaan kepribadian lebih disebabkan oleh faktor keturunan atau genetika.
Salah
satu metode yang dipakai Eysenck adalah teknik statistik yang disebut analisis faktor. Cara analisis
ini dilakukan adalah dengan responden diberikan daftar berisi sifat-sifat
manusia yang mereka pilih sesuai kepribadian mereka.
2.
Pengertian Kepribadian
Kepribadian adalah keseluruhan sikap, perasaan, ekspresi, tempramen, ciri-ciri kas dan perilaku
seseorang. Sikap perasaan ekspresi dan tempramen itu akan terwujud dalam
tindakan seseorang jika di hadapkan pada situasi tertentu. Setiap orang
mempunyai kecenderungan perilaku yang
baku, atau berlaku terus menerus secara konsisten dalam menghadapai situasi
yang di hadapi, sehingga menjadi ciri khas pribadinya.
Pengertian kepribadian menurut Hans Eysenk
Eysenk berpendapat
dasar umum sifat-sifat kepribadian
berasal dari keturunan, dalam bentuk tipe dan trait. Namun dia juga berpendapat
bahwa semua tingkah laku dipelajari dari lingkungan. Menurutnya kepribadian adalah keseluruhan pola tingkah laku aktual maupun potensial dari organisme, sebagaimana ditentukan oleh
keturunan dari lingkungan. Pola tingkah laku itu
berasal dan dikembangkan melalui interaksi fungsional dari empat sektor utama
yang mengorganisir tingkah laku; sektor kognitif, (intellegence), sektor
kunatif (character), sektor afektif (temperament) dan sektor somatik
(constitution).
Hans Eysenk juga mengatakan dimensi kepribadian dasar adalah introversi,
ekstraversi, dan psikotisme. Kusioner telah dikembangkan untuk menilai sifat
ini, riset ini difokuskan introversi-ekstraversi dimana ditemukan perbedaan pada level aktivasi dan aktivitas. Eysenk menunjukan
bahwa perbedaan pada sifat individu memiliki basis biologis dan genetik
(turunan), walaupun demikian dia juga
mengisyaratkan bahwa perubahan penting dalam fungsi kepribadian dapat terjadi
melalui terapi perilaku.
3. Struktur Kepribadian
Tentang
struktur kepribadian, Eysenck berpendapat bahwa kepribadian tersusun atas
tindakan-tindakan, disposisi-disposisi yang terorganisir dalam susunan hirarki berdasarkan atas
keumuman dan kepentingannya. Diurut dari yang paling tinggi dan paling mencakup
ke yang paling rendah dan paling umum, adalah sebagai berikut :
- Hirarki
tertinggi: Tipe, kumpulan
dari trait, yang mewadahi kombinasi trait dalam suatu dimensi yang luas.
- Hirarki
kedua: Trait, kumpulan kecenderungan
kegiatan, koleksi respon yang saling berkaitan atau mempunyai persamaan
tertentu. Ini adalah disposisi kepribadian yang penting dan permanen.
- Hirarki
ketiga: Kebiasaan tingkah laku atau
berfikir, kumpulan respon spesifik, tingkahlaku/fikiran yang muncul
kembali untuk merespon kejadian yang mirip.
- Hirarki
terendah: Respon spesifik,
tingkah laku
yang secara aktual dapat diamati, yang berfungsi sebagai respon terhadap
suatu kejadian.
Keempat
macam deskripsi mengenai kepribadian ini bersangkutan dengan keempat macam
faktor dalam analisa faktor, yaitu :
Type,
bersangkutan dengan general faktor.
Traits,
bersangkutan dengan group faktor.
Habitual response
bersangkutan dengan special faktor,
dan
Specific response
bersangkutan dengan error faktor.
Eysenck menemukan tiga
dimensi tipe, yakni ekstraversi (E), neurotisisme (N), dan psikotisme (P).
Masing-masing dimensi saling asing, sehingga dapat berlangsung kombinasi antar
dimensi secara bebas. Masing-masing tipe merupakan kumpulan dari 9 trait,
sehingga semuanya ada 27 trait. Trait dari ekstraversi adalah: sosiabel
(sociable), lincah (lively), aktif (active), asertif (assertive), mencari
sensasi (sensation seeking), riang (carefree), dominan (dominance), bersemangat
(surgent), berani (venture some). Trait dari neurotisisme adalah: cemas
(anxious), tertekan (depressed), berdosa (guild feeling), harga diri rendah
(low self esteem), tegang (tension), irasional (irrational), malu (shy), murung
(moody), emosional (emotional). Trait dari psikotisme adalah: agresif
(aggressive), dingin (cold), egosentrik (egocentric), takpribadi (impersonal),
impulsif (impulsive), antisosial (antisocial), tak empatik (tak empatik),
kreatif (creative), keras hati (tough-minded).
TIPE
Eysenck
menemukan dan mengelaborasikan tiga tipe – E,N,P- tanpa
menyatakan secara eksplisit peluang untuk menemukan dimensi yang lain pada masa
yang akan datang.
Neurotitisme
dan Psikotisme itu bukan sifat patologis, walaupun tentu individu yang
mengalami gangguan akan memperoleh skor yang ekstrim. Tiga dimensi itu adalah
bagian normal dari struktur kepribadian. Semuanya bersifat bipolar; ekstraversi
lawannya introversi, neurotisisme lawannya stabilita, dan psikotisme lawannya
fungsi superego. Semua orang berada dalam rentangan bipolar itu mengikuti kurva
normal, artinya sebagian besar orang berada ditengah-tengah polarisasi, dan
semakin mendekati titik ekstrim, jumlahnya semakin sedikit.
1.
Ekstraversi
Konsep
Eysenck mengenai ekstraversi mempunyai sembilan sifat sebagaimana ditunjukkan
oleh trait-trait dibawahnya, dan introversi adalah kebalikan dari trait ekstraversi,
yakni: tidak sosial, pendiam, pasif, ragu, banyak fikiran, sedih, penurut,
pesimis, penakut.
Orang
introvers memilih aktivitas yang miskin rangsangan sosial, seperti membaca,
olahraga soliter (main ski, atletik), organisasi persaudaraan eksklusif.
Sebaliknya orang ekstravers memilih berpartisipasi dalam kegiatan bersama,
pesta hura-hura, olahraga beregu (sepakbola, arung jeram), minum alkohol dan
mengisap mariyuana. Eysenck menghipotesakan ekstravers (dibanding introvers)
melakukan hubungan seksual lebih awal dan lebih sering, dengan lebih banyak
pasangan, dan dengan perilaku seksual yang lebih bervariasi. Ektravers yang
ketagihan alkohol dan narkotik cenderung mengkonsumsi dalam jumlah yang lebih
besar.
2.
Neurotisisme
Seperti
ekstraversi-introversi, neurotisisme-stabiliti mempunyai komponen hereditas
yang kuat. Eysenck melaporkan beberapa penelitian yang menemukan bukti dasar
genetik dari trait neurotik, seperti gangguan kecemasan, histeria, dan
obsesif-kompulsif. Juga ada keseragaman antara orang kembar-identik lebih dari
kembar-fraternal dalam hal jumlah tingkahlaku antisosial dan asosial seperti
kejahatan orang dewasa, tingkahlaku menyimpang pada anak-anak, homoseksualitas,
dan alkoholisme.
Orang
yang skor neurotiknya tinggi sering mempunyai kecenderungan reaksi emosional
yang berlebihan dan sulit kembali normal sesudah emosinya meningkat. Namun
neurotisisme itu bukan neurosis dalam pengertian yang umum. Orang bisa saja
mendapat skor neurotisisme yang tinggi tetapi tetap bebas dari simpton gangguan
psikologis. Menurut Eysenck, skor neurotisisme mengikuti model stres-diatesis
(diathesis-stress model); yakni skor N yang tinggi lebih rentan untuk terdorong
mengembangkan gangguan neurotik dibanding skor N yang rendah, ketika menghadapi
situasi yang menekan.
Neurotisisme
dan Extraversi-Introversi
Masalah
lain yang diselidiki Eysenck adalah interaksi antara kedua dimensi tadi dan apa
pengaruhnya terhadap persoalan-persoalan psikologis. Dia menemukan, misalnya,
bahwa orang yang mengalami gangguan fobia dan obsesif-kompulsif biasanya adalah
orang introvert, sementara orang yang mengalami gangguan keseimbagan mental
(misalnya, paralisis histerikal) atau gangguan ingatan (misalnya amnesia)
biasanya adalah orang ekstravert.
Dia
menjelaskan begini: orang neurotistik akut sangat peka terhadap hal-hal yang
menakutkan. Kalau orang ini introvert, mereka akan belajar menghindari situasi
yang menyebabkan kepanikan itu secepat mungkin, bahkan ada yang langsung panik
walaupun situasinya belum terlalu gawat, orang inilah yang mengidap fobia.
Sementara orang introvert lainnya akan mempelajari perilaku-perilaku yang dapat
menghilangkan kepanikan mereka, seperti memeriksa segala sesuatunya berulang
kali atau mencuci tangan berulang kali karena ingin memastikan tidak ada kuman
yang akan membuat mereka sakit.
3. Psikotisme
Orang yang skor psikotisisme-nya tinggi memiliki trait agresif, dingin,
egosentrik, tak pribadi, impulsif, antisosial, tak empatik, keatif, keras hati.
Sebaliknya orang yang skor psikotisismenya rendah memiliki trait merawat/baik
hati, hangat, penuh perhaitan, akrab, tenang, sangat sosial,empatik,
kooperatif, dan sabar. Seperti pada ekstraversi dan neurotisisme, psikotisisme
mempunyai unsur genetik yang besar. Secara keseluruhan tiga dimensi kepribadian
itu 75% bersifat herediter, dan hanya 25% yang menjadi fungsi lingkungan.
Seperti pada neurotisisme, psikotisisme juga mengikuti model stres-diatesis
(diathesis-stress model). Orang yang variabel psikotismenya tinggi tidak harus
psikotik, tetapi mereka mempunyai predisposisi untuk mengidap stress dan
mengembangkan gangguan psikotik. Pada masa orang hanya mengalami stress yang
rendah, skor P yang tinggi mungkin masih bisa berfungsi normal, tetapi ketika
mengalami stress yang berat, orang menjadi psikotik yang ketika stress yang
berat itu sudah lewat fungsi normal kepribadian sulit untuk diraih kembali.
Psikotisme,
dapat digabung bersama-sama dengan neurotisisme dan ekstraversi, menjadi bentuk
tiga dimensi. Tiga garis yang saling berpotongan ditengah-tengah dan saling
tegak lurus, menggambarkan hubungan antara ketiga dimensi itu. Setiap individu
dapat digambarkan dalam sebuah titik pada ruangan yang diantarai oleh tiga
garis dimensi itu.
4. Perkembangan
Kepribadian
Teori kepribadian
Eysenck menekankan peran herediter sebagai faktor penentu dalam perolehan trait
ekstraversi, neurotisisme, dan psikotisisme (juga kecerdasan). Hal ini sebagian
didasarkan pada bukti hubungan korelasional antara aspek-aspek biologis,
seperti CAL (Cortical Arousal Level)
dan ANS (Automatic Nervous System
Reactivity) dengan dimensi-dimensi kepribadian.
Namun, Eysenck juga
berpendapat bahwa semua tingkah laku yang tampak, tingkah laku pada hirarki
kebiasaan dan respon spesifik (termasuk tingkah laku neurosis) dipelajari dari
lingkungan. Eysenck berpendapat inti dari fenomena neurotis adalah reaksi takut
yang dipelajari atau terkondisikan. Hal itu terjadi apabila satu atau dua
stimulus netral diikuti dengan perasaan sakit atau nyeri fisik maupun
psikologis. Apabila trauma yang dialami kuat dan terjadi pada seseorang yang
memiliki faktor hereditas yang rentan terhadap neurosis, maka bisa jadi cukup
satu peristiwa traumatis untuk membuat orang tersebut mengembangkan reaksi
kecemasan dengan kekuatan yang besar dan sukar berubah (diatesis stress model).
Sekali pengkondisian
ketakutan atau kecemasan terjadi, pemicunya akan berkembang bukan hanya
terbatas pada objek atau peristiwa asli, tetapi ketakutan atau kecemasan itu
juga dipicu oleh stimulus lain yang mirip dengan stimulus asli atau stimulus
yang dianggap berkaitan dengan stimulus asli. Mekanisme perluasan stimulus ini
mengikuti Prinsip Generalisasi Stimulus yang banyak dibahas dalam paradigma
behaviourisme. Setiap kali orang menghadapi stimulus yang membuatnya merespon
dalam bentuk usaha menghindar atau mengurangi kecemasan, menurut Eysenck, orang
itu menjadi terkondisi antara perasaan takut atau cemasnya dengan stimuli yang
baru saja dihadapinya. Jadi, kecenderungan orang untuk merespon dengan tingkah
laku neurotik semakin lama semakin meluas, sehingga orang itu menjadi bereaksi
dengan stimuli ketakutan atau kecemasan yang hanya sedikit mirip atau bahkan
tidak mirip sama sekali dengan objek atau situasi menakutkan yang asli.
Menurut Eysenck,
stimulus baru dapat diikatkan begitu saja dengan stimulus asli, sehingga
seseorang mungkin mengembangkan cara merespon stimuli yang terjadi serta akibat
adanya stimuli itu, tanpa tujuan fungsional. Eysenck menolak analisis
psikodinamik yang memandang tingkah laku neurotik dikembangkan untuk tujuan
mengurangi kecemasan. Menurutnya, tingkah laku neurotik sering dikembangkan
tanpa alasan yang jelas, sering menjadi kontraproduktif, semakin meningkatkan
kecemasan dan bukan menguranginya.
Eysenck tidak menutupi
kemungkinan adanya pengaruh lingkungan terhadap kepribadian, seperti interaksi
keluarga di masa kecil, tetapi dia percaya pengaruhnya terhadap kepribadian
adalah terbatas.
5. Psikopatologi
Teori
kepribadian Eysenck berkaitan erat dengan teori psikologi dan perubahan perilaku.
Jenis gejala atau gangguan psikologis yang cenderung berkembang adalah terkait
dengan karakteristik kepribadian dasar dan prinsip-prinsip dari fungsi sistem
saraf. Menurut Eysenck, orang extravert biasanya memiliki level rangsangan
cortical (CAL=CorticalArousal Level) yang tinggi , sedangkan introvert biasanya
memiliki level rangsangan cortical (CAL) yang lebih rendah. Orang yang
mengalami gangguan fobia dan obsesif-kompulsif biasanya adalah orang introvert,
sementara orang yang mengalami gangguan keseimbagan mental (misalnya, paralisis
histerikal) atau gangguan ingatan (misalnya amnesia) biasanya adalah orang
ekstravert.
Eysenck juga menemukan hubungan antara
dimensi normality-neurocitism dengan autonomic nervous system reactivity. Orang
dengan reaktivitas sistem saraf otonom tinggi cenderung mengembangkan gangguan
neurotik. Orang yang skor neurotiknya tinggi sering mempunyai kecenderungan
reaksi emosional yang berlebihan dan sulit kembali normal sesudah emosinya
meningkat. Sebagian besar pasien neurotik cenderung memiliki neurotisisme yang tinggi
dan skor extraversion yang rendah. Sebaliknya, penjahat dan orang-orang
antisosial cenderung memiliki skor neurotisisme, extravertion dan psychoticism
yang tinggi, individu-individu seperti itu menunjukkan pembelajaran yang lemah
mengenai norma-norma sosial.
6. Assesment
Ada empat inventori yang
dipakai untuk melakukan penelitian atau untuk memahami klien, yaitu :
·
Maudley Personality Inventory
(MPI), mengukur E dan N dan korelasi antara keduanya.
·
Eysenck Personality Inventory
(EPI), alat tes ini memiliki skala
kebohongan (lie-L) untuk mendeteksi kepura-puraan (faking), yang terpenting dalam tes ini yaitu untuk mengukur ekstraversi dan
neurotisme secara independen dengan korelasi yang hampir nol antara E dan N.
·
Eysenck Personality
Questionnair (EPQ), mengukur E, N, P, (merupakan revisi dari EPI, tetapi EPI
yang hanya mengukur E dan N masih tetap dipublikasikan). Memasukan skala
psikotik.
·
Eysenck Personality
Questionnair-Revised (EPQ-R) revisi dari EPQ. Mempunyai versi dewasa dan
anak-anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar